Minggu, 24 Maret 2019

Monolog Hidup Di Bawah Standar

Sudah satu tahun tiga bulan sejak terakhir posting di blog ini, dan nggak kerasa selama itu juga saya sudah diperkenankan untuk menjalani hidup saya. Akhir tahun 2017; awal tahun 2018 itu posting tentang saya yang self-proclaimed sebagai mediocre. Memang tergantung standar, tapi ya kalo boleh jujur saya itu masuk kategori kalo nggak mediocre ya loser.  Memang ada perbaikan di 2017 jika dibandingkan tahun 2016 tapi tidak signifikan.

Lalu bagaimana sekarang? Bagaimana setelah menjalani periode hidup selama 1 tahun 3 bulan terakhir? Ya sebetulnya sih nggak bagus juga; alias sama – sama aja dengan kondisi awal tahun 2018 yang masuk kriteria standar saya yang mediocre. Aspek evaluasinya saya pikir masih akan ikut dengan posting yang kemarin yakni karir dan keuangan yang ujung-ujungnya lari ke net worth

Let’s break it down…!

Karir dan Keuangan

Ya, memang sejak bulan Juni 2016, saya memiliki pekerjaan sebagai dosen tetap di sebuah perguruan tinggi swasta. Selain itu saya juga nyambi – nyambi mroyek jadi konsultan untuk pekerjaan di pemerintah kota. Kalo ngomongin karir sebagai dosen, ya pastinya kita ngomongin masalah jabatan fungsional dan tunjangan serdos (sertifikasi dosen). Sampai pada saat post ini dipublish, saya  masih belum punya jabatan fungsional, jadi status hanya sebagai tenaga pengajar dan belum dapat tunjangan serdos. Gaji saya sebagai dosen tetap itu Rp. 3,5 juta tiap bulan. Itu gaji sebagai karyawan tetap. Tapi diluar itu ada bayaran untuk pengajaran, pembuatan dan pemeriksaan soal ujian sama bayaran jadi pembimbing dan penguji mahasiswa yang kerja praktek.

Kalau dilihat dari bukti pemotongan pajak penghasilan yang diberikan oleh bagian keuangan, pendapatan saya itu kurang lebih Rp. 90 juta-an. Memang ada lagi penghasilan dari proyekan, tapi ya nggak seberapa… Pada tahun 2018 saya hanya mengerjakan 2 proyek dengan total penghasilan sebagai konsultan freelance itu sebesar Rp. 22.5 juta; tapi baru cair 10juta-an. Jujur saja, sejak jadi punya pekerjaan sebagai dosen tetap, saya agak kesulitan untuk nyambi proyekan, karena saya berkomitmen untuk mendahulukan kegiatan kampus.

Sabtu, 30 Desember 2017

Hidup di Batas Pas-Pasan


Aksi tiap individu menanggapi pergantian  tahun pasti berbeda-beda, tapi biasanya ada satu kesamaan, yaitu evaluasi dan introspeksi diri yang ujung - ujungnya adalah penetapan resolusi tahun baru 😁.  Bagi sebagian orang, penghujung tahun 2017 ini bisa jadi hal yang menyenangkan, tapi bagi saya tidak demikian adanya. Secara umum, saya melakukan evaluasi diri dari berbagai macam perspektif diantaranya adalah karir dan pencapaian pekerjaan dan keuangan pribadi.
Nggak ada maksud untuk menjustifikasi bahwa saya memperoleh pencapaian... Tapi memang ini jujur yang saya rasakan saat ini... Ya topiknya juga evaluasi akhir tahun kok... dan blog pseudonym yang nggak di optimasi begini mana ada sih orang baca? Emang saya saat ini nulis untuk saya sendiri, bukan untuk orang lain.
 
Dan hasil akhirnya adalah - MEDIOCRE AT ITS BEST..! f*ck off 😡

Karir dan Pencapaian Pekerjaan Hingga Awal 2017

Akhir tahun 2016 kemarin saya resign dari pekerjaan saya setelah 8 bulan bekerja sebagai business analyst & development di sebuah perusahaan start-up. Waktu itu gaji per bulan saya ada di angka 8.5 juta; kalau ditambah dengan benefit ada di angka 10 juta per bulan. Memang nggak besar, tapi sebagai sebagai pekerja, itu adalah satu - satunya sumber penghasilan saya.

Ketika itu, alasan yang mendorong saya untuk resign adalah rasa jenuh, dan kebetulan juga saya dapat surat peringatan drop out dari kampus kalau tidak menyelesaikan studi per Januari 2017. Jadi saya memutuskan untuk resign dan fokus dengan tugas akhir saya. Semua itu saya lakukan tanpa ada pekerjaan pengganti... Jadi begitu resign, status saya itu akhirnya jadi mahasiswa yang hampir kena drop out, dan ketika saya lulus pun saya menyandang status pengangguran.😁

Minggu, 03 September 2017

Tren Hoax dan Informasi Ngaco tentang Manajemen Keuangan

Zaman sekarang begini dengan kemajuan teknologi apa-apa menjadi mudah. Butuh referensi tugas tinggal googling, mau cari tau background seseorang juga tinggal googling... Tapi herannya, masih saja banyak yang jadi korban berita atau informasi hoax.. Dapat info dari instant messenger langsung saja main forward, lihat status orang di social network langsung re-share, padahal mestinya dicek terlebih dulu...

Harus saya akui untuk verifikasi berita jauh lebih mudah dilakukan apalagi zaman sekarang ini media-media konvensional sudah mulai berpindah dari media cetak ke media online.  Yang lebih sulit adalah mencari referensi akademik yang valid, karena ini memang butuh effort lebih buat baca-baca jurnal atau paper dengan istilah-istilah ekslusifnya yang seringkali masih dalam bahasa inggris, beda dengan berita, dimana kita baca headline bisa langsung beres... Kalaupun butuh verifikasi lebih lanjut, nggak akan seribet baca jurnal, karena mayoritas berita jaman sekarang isi artikelnya pendek-pendek.

Salah satu yang membuat saya heran adalah ketika saya sedang mencari referensi tentang manajemen keuangan. Dari berbagai blog saya nemu artikel tentang perhitungan cost of equity dengan menggunakan metode CAPM (capital asset pricing model). Sedihnya adalah hampir semua blog itu nggak punya pemahaman yang benar... Untuk teori generiknya  mereka hanya copy-paste dari buku, dan begitu masuk ke teknis perhitungan langsung ketauan kalo si penulis itu kurang ilmunya di bidang manajemen keuangan.

Contohnya, ada penulis yang menghitung annual return  dari monthly holding period rate saham perusahaan, dan dia menghitungnya cuman return bulanan dikali dengan 12... Itu sih keterlaluan ya menurut saya... Sudah masuk ke corporate finance tapi nggak bisa bedain geometric dan arithmatic return itu bener-bener keterlaluan... Artinya yang bersangkutan bahkan nggak ngerti bahwa rate yang dipakai dalam konsep time value of money itu hakikatnya compound interest yang disederhanakan dengan perhitungan geometric return... Tapi akhirnya saya nemu juga sih yang bener... Di blognya itu memang ndeso minimalis, tapi konten blognya berbobot... Sampe saya ngecek ke jurnal-jurnal dari Aswath Damodaran,  artikel-artikel di investopedia dan lain-lain kontennya memang sesuai. Nama blognya sutarmin.com, dan di dalam salah satu postingannya blogger itu membahas tentang capm dan cara perhitungannya sampe ngasih link ke excel perhitungannya. Kalo mau dicek silakan cek sendiri, paling gampang kita nonton video-videonya Damodaran, salah satunya yang membahas langsung tentang valuasi:


Yang bikin sedih adalah tidak sedikit blog dengan konten bagus seperti itu malah terkubur di bagian bawah hasil pencarian. Malah yang ngaco dan tukang copy-paste edit yang ada di bagian atas hasil pencarian... Ditambah lagi sepertinya masih banyak masyarakat indonesia yang kurang effortnya bahkan untuk sekedar googling dan memverifikasi informasi. Di sisi lain, fakta itu juga perlu menjadi masukan buat blogger-blogger yang bener untuk belajar lebih banyak tentang optimasi mesin pencari dan mempertimbangkan penggunaan pseudonym di internet... Karena pada akhirnya percuma kita punya konten bagus kalo nggak ada yang tau; mau menyebarkan ilmu yang baik tapi tidak sampai juga jadinya sia-sia. Saya sih yakin itu si penulis sutarmin punya background yang mumpuni di bidang keuangan, minimal tentang teknis perhitungan capm, tapi mungkin karena dia nggak mau buka-bukaan tentang backgroundnya, jadi first impression orang juga jadi ragu-ragu; padahal itu konten yang benar dari sudut pandang ilmu manajemen keuangan korporat (referensi saya sih bukunya Gitman, Principle of Managerial Finance)

Selasa, 09 Mei 2017

Sedekah Jadi Kaya - Apa Kata Data?

Sekitar tahun 2010an di kalangan sebagian masyarakat muslim sempet nge-hype konsep bersedekah untuk mencapai keinginan duniawi (khususnya harta & materi). Konsep itu tertulis dalam buku yang ditulis oleh Pak Ustad Yusuf Mansyur yang judulnya The Miracle of Giving, dan juga bukunya Iphho 'Right' Santosa judulnya 7 Keajaiban Rezeki. 

Diantara para pelaku yang antusias untuk mengamalkan konsep tersebut, saya seringkali mendengar bagaimana Bill Gates sebagai orang terkaya versi forbes seringkali all-out dalam mendonasikan hartanya. Kalau kata mereka,  hukum dan janji Tuhan itu universal, jadi, terlepas kewarnaganegaraan, agama atau keyakinannya, kalau bersedekah bakalan dapat "rezeki" yang berlipat ganda.

Dari perspektif saya, mereka itu kok sepertinya berusaha menjustifikasi fakta bahwa Bill Gates bisa konsisten jadi orang kaya raya karena sedekahnya yang super besar? dan kenapa mereka mendefinisikan rezeki hanya sebagai harta dan materi? Bukannya dalam islam, kesehatan atau anak yang sholeh juga termasuk rezeki?  Hal itu  pula yang jadi latar belakang penulisan artikel kali ini, yaitu, untuk menjawab pertanyaan: Apakah betul sedekah itu bisa bikin kaya harta dan materi?

Setelah googling sana-sini, kesimpulan sementara saya sih nggak demikian. Hal ini bisa dilihat dari gambar berikut:


Sebagaimana yang dikutip dari CNBC dan Forbes, hasil analisis oleh Chronicle of Philanthropy menggunakan data dari IRS (Internal Revenue Service) menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat Amerika kalangan menengah dan kalangan bawah mendonasikan paling banyak dibandingkan orang-orang Amerika kelas atas.

Data di atas juga menunjukkan jumlah donasikan relatif terhadap penghasilan seseorang. Menurut saya ini ukuran yang logis. Sebagai ilustrasi, si A dengan penghasilan 100,000 kalau donasi 20,000 berarti itu 20% kapasitasnya dia. Sedangkan si B dengan penghasilan 3000,000 kalau donasi 300,000 berarti itu 10% kapasitas penghasilan dia.

Secara nominal sudah pasti orang kelas atas mendonasikan uang dalam jumlah yang lebih banyak. Tapi kalau dinilai dari kapasitasnya, "sedekah" yang dikeluarkan oleh orang - orang kelas bawah dan menengah itu lebih dari orang kelas atas.

Dari sumber dan pemikiran tersebut saya berkesimpulan (sementara) bahwa:
  1. Tidak ada ceritanya sedekah bikin orang menjadi kaya raya secara materi, kecuali kalau Tuhan menerapkan sistem kapitalis dan menilai 'sedekah' dari besarnya nominal uang bukan dari effort atau pengorbanan seseorang.

  2. Rezeki tidak selalu sama dengan harta dan materi, karena dalam agama Islam definisi rezeki itu luas, termasuk didalamnya kesehatan, petunjuk atau ilmu.

Kamis, 06 Oktober 2016

Mau Hemat Kok Susah Banget Ya? Ini Dia 8 Tips yang Harus Kamu Lakukan

Hemat pangkal kaya. Tentu pepatah itu nggak asing di telingamu. Tapi, meskipun sudah sering banget dengar, nggak semua orang bisa ngelakuin lho. Banyak banget godaan waktu niat berhemat itu muncul. Nah, bagi kamu yang susah banget hidup hemat, ini nih tips yang bisa kamu terapkan.

Jangan hanya dibaca ya...! Lakukan dalam kehidupanmu.

Bergaya Hidup Sehat

Kalau mau berhemat, hal pertama yang bisa kamu lakukan adalah nerapin gaya hidup sehat. Salah satu caranya dengan mengonsumsi sayuran hijau. Nggak usah nurutin  keinginan makan di tempat makan siap saji. Selain tidak sehat, kamu juga akan membuat dompet kamu menjerit.
Bayangin aja, dengan uang Rp15.000,00 aja, kamu bisa makan dengan sayuran dan lauk yang sehat. Sedangkan, kalau makan di tempat makanan siap saji, uang Rp100.000,00 pun nggak akan cukup. Jauh banget kan penghematan yang bisa  kamu lakukan?

Gunakan Transportasi Umum

Ilustrasi: Tempo.co -  Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung dalam gerakan 'Jumat Ngangkot' 18 Agustus 2016.
Nggak bisa dipungkiri, uang transport tiap bulan bisa menghabiskan ongkos nggak sedikit. Apa lagi kalau kamu menggunakan kendaraan roda empat. Lebih-lebih lagi kalau  kondisi macet. Waduh... nggak kebayang deh berapa ongkos yang harus kamu keluarkan. Nah, buat menghemat pengeluaran, kamu bisa menggunakan transportasi umum kalau mau ke mana-mana. Dijamin, lebih ngirit! Nggak perlu deh gengsi-gengsian.

Jauh-jauh dari Kartu Kredit

Ini nih yang perlu ekstra ketat penggunaannya. Biasanya, orang yang memegang karti kredit, susah buat ngendaliin nafsu belanja. Ujung-ujungnya, tagihan kredit jadi membengkak. Ladalah....malah lebih parah, bukan? Makanya, bijaklah waktu menggunakan kartu kredit. Gunakan kalau memungkinkan saja.

Bedakan Kebutuhan dan Keinginan

Emang beda antara kebutuhan dan keinginan? Beda banget kali! N’ nggak semua orang bisa bedain lho. Kebutuhan itu barang-barang yang memang dibutuhkan, misalnya makan pokok, pakaian, dan tempat tinggal.Kalau keinginan, biasanya lebih ke arah gengsi, misalnya pakaian yang bagus dan mahal, makanan yang enak-enak, tempat tinggal yang wah, dan sebagainya. Nah, kamu harus pinter-pinter nih bedain mana yang kebutuhan dan mana yang keinginan. Nggak perlu setiap keinginanmu harus dipenuhi.

Cari Fasilitas Liburan yang Murah

Di sekitarmu pasti ada banyak banget tempat hiburan yang murah meriah. Nggak perlu harus ke tempat yang mahal. Misalnya saja, pergi ke taman, kebun binatang, atau lapangan pusat kota yang biasanya juga sering buat nongkrong keluarga.

Bawa Bekal Sendiri ke Kantor

Nah, ini dia yang sering menjadi pantangan sebagian orang, terutama para pria. Padahal, kalau kamu bisa bawa bekal sendiri ke kantor, sudah pasti akan menghemat pengeluaranmu untuk makan.Mulai sekarang, nggak perlu deh pake gengsi-gengsian. Selagi nggak merugikan orang n halal, kenapa nggak dilakukan?

Membeli Barang Bekas

Barang bekas memang nggak semulus kalau beli baru. Tapi harga yang ditawarkan jauh lebih murah daripada barang baru. Karena itu, kamu harus pinter saat milih barang bekas yang mau dibeli. 
Pilihlah yang masih tampak bagus, baik bahan maupun penampakannya, namun harga yang ditawarkan cukup miring.

Biasakan Menabung Uang Receh

Saat ini, banyak lho orang yang meremehkan uang receh. Bahkan, terkadang orang hanya naruh uang receh begitu saja di meja. Padahal, uang satu juta nggak akan genap jika kurang seratus rupiah, bukan? Akan lebih baik kalau uang receh itu kamu tabung. Kamu bisa menggunakan celengan kaya anak SD. Sambil mengumpulkan uang, menabung cara ini juga dapat melatih adik-adik kamu untuk gemar menabung.